Puisi"Kabar Dari Laut" karya Chairil Anwar menceritakan kesedihan yang dirasakan seseorang ketika berpisah dengan kekasihnya. Nada yang didapat dari puisi ini adalah dengan penuh kesedihan dan penyesalan. Ini didapatkan dari kalimat-kalimat di puisi ini seperti "aku memang benar tolol ketika itu," dan "lagi aku pun sangat lemah
Ilustrasi. Kumpulan Puisi Chairil Anwar. - Inilah kumpulan puisi Chairil Anwar yang membakar semangat perjuangan. Chairil Anwar merupakan salah satu penyair terkemuka di Indonesia yang karyanya begitu melegenda. Banyak karya puisinya yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia hingga sekarang. Seperti puisi karya Chairil Anwar berjudul "Aku", dengan sajaknya yang ikonik "Aku ini binatang jalang". Puisi "Aku" karya Chairil Anwar jugalah yang membuat penyair yang satu ini memiliki julukan "Si Binatang Jalang". Chairil Anwar lahir pada tanggal 26 Juli 1922, di Medan, Sumatra Utara. Karya pertamanya bertajuk "Nisan" ditulis pada tahun 1942, sementara puisinya yang paling fenomenal "Aku" ditulis pada tahun 1943. Selama hidupnya, Chairil Anwar melahirkan sebanyak 96 karya, di mana 70 di antaranya merupakan puisi. Baca Juga Inilah Biografi Chairil Anwar, Penulis Puisi 'Aku' yang Terkenal Baca Juga Seabad Chairil Anwar Susur Jejak Pujangga Bohemian di Kota Malang Chairil Anwar hidup di masa penjajahan hingga awal kemerdekaan Indonesia. Ia meninggal pada dunia pada 28 April 1949, di usia 27 tahun. Chairil Anwar juga dijuluki sebagai pelopor angkatan 45, karena dinilai telah berjasa dalam melakukan pembaharuan puisi Indonesia. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Jatuhkantetes dari penyesalan Sungguh, sesal tak ada guna kawan Tak akan pernah kau temukan jawaban Awan hilang, bawa pelangi senyuman Kumpulan Puisi- Puisi Karya Chairil Anwar. AKU. Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu. Tidak juga kau. Ta k perlu sedu sedan itu. Aku ini binatang jalang.

PUISI CHAIRIL ANWAR – Chairil Anwar merupakan penyair terkenal di Indonesia. Dia lahir di Medan, 26 Juli 1922 dan meninggal di Jakarta, 28 april 1949. Dia sudah berhasil menciptakan karya-karya terbaiknya dengan menulis 70 buah puisi dan 96 syair. Chairil Anwar juga dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” yakni yang terinspirasi dari salah satu karyanya yang berjudul “Aku”. Sedangkan untuk karya terkenal lainnya berjudul “Di Mesjid”, “Deru Campur Debu”, “Karawang Bekasi”, “Kerikil Tajam” dan masih banyak yang lainnya. Untuk lebih lengkapnya, mari simak karya-karya puisi Chairul Anwar yang begitu mengagumkan dibawah ini. Selamat menyimak. Aku “AKU” Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan akan akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi “Aku” merupakan sebuah puisi karya Chairil Anwar, karya ini mungkin merupakan karyanya yang paling terkenal dan juga salah satu puisi yang paling terkemuka dari Angkatan ’45. Aku” mempunyai tema pemberontakan dari segala bentuk penindasan. Penulisnya ingin “hidup seribu tahun lagi”, tetapi dia menyadari keterbatasan usianya, dan jika ajalnya tiba, dia tidak ingin seorangpun untuk meratapinya. Cintaku Jauh Di Pulau “CINTAKU JAUH DI PULAU” Cintaku jauh di pulau Gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak kan sampai padanya Di air yang tenang, di angin mendayu di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata “Tujukan perahu ke pangkuanku saja.” Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama kan merapuh Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau ku mati, dia mati iseng sendiri.. Jika dilihat dari puisi bait pertama bisa kita simpulkan temanya tentang penyesalan seseorang atas segala tindakan karena sudah menyia-nyiakan wanita yang sangat dicintai, dan saat dia sadar akan cinta dan kasih sayangnya yang sejati, maut terlebih dahulu menjemputnya. Di Mesjid “DI MESJID” Kuseru saja Dia Sehingga datang juga Kamipun bermuka-muka Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada Segala daya memadamkannya Bersimpuh peluh diri yang tak bisa diperkuda Ini ruang Gelanggang kami berperang Binasa-membinasa Satu menista lain gila. Berbicara mengenai seseorang yang sedang berada di mesjid, menikmati susasana yang begitu syahdu. Karawang Bekasi “KARAWANG BEKASI” Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami Terbayang kami maju dan berdegap hati ? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu Kenang, kenanglah kami Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan Atau tidak untuk apa-apa Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang-kenanglah kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Syahrir Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian Kenang-kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi Menceritakan tentang perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Puisi ini tentu sangat menginspirasi bagi kita semua para penerus bangsa agar selalu semangat membela negara tercinta. Yang Terampas Dan Yang Terputus “YANG TERAMPAS DAN YANG TERPUTUS” kelam dan angin lalu mempesiang diriku, menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin, malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu di Karet, di Karet daerahku sampai juga deru dingin aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu; tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku. Puisi ini berbicara banyak tentang bagaimana seseorang seharusnya memperjuangkan impian dan cita-cita. Siapapun yang memiliki keinginan harus siap jatuh bangun mencapainya demi hasil yang diinginkan. Cerita Buat Dien Tamela Beta Pattiradjawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu. Beta Pattiradjawane Kikisan laut Berdarah laut. Beta Pattiradjawane Ketika lahir di bawakan Datu dayung sampan. Beta pattiradjawane, menjaga hutan pala. Beta api di pantai. Siapa mendekat Tiga kali menyebut beta punya nama. Dalam sunyi malam ganggang menari Menurut beta punya tifa, Pohon pala, badan perawan jadi Hidup sampai pagi tiba. Mari menari! mari beria! mari berlupa! Awas jangan bikin beta marah Beta bikin pala mati, gadis kaku beta kurim datu-datu! Beta ada di malam, ada di siang Irama ganggang dan api membakar pulau… Beta Pattiradjawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu. 1946 Leonardine Hendriette Tamaela dikenal sebagai Dien Tamaela; lahir di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, 27 Desember 1923 – meninggal 8 Agustus 1948 pada umur 24 tahun adalah gadis Maluku yang diabadikan dalam puisi Cerita Buat Dien Tamaela karangan penyair Indonesia Angkatan 45 Chairil Anwar. Banyak orang tidak mengenal sosok Dien Tamaela, karena dia meninggal dunia pada usia muda. Tak Sepadan Aku kira Beginilah nanti jadinya kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros. Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta Tak satu juga pintu terbuka Jadi baik juga kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak kan apa-apa Aku terpanggang tinggal rangka Februari 1943 Dalam puisi ini Chairil Anwar memposisikan dirinya sebagai aku dan yang dia hadapi adalah seseorang yang amat dekat dengannya, dalam puisi ini sebagai “aku” berangan-angan atau memisalkan takdir yang akan terjadi pada seseorang yang ia bicarakan dalam bait pertama itu, karena terlihat dari perkataan “Aku kira, beginilah nanti jadinya”, dan baris selanjutnya adalah ungkapan terusan dari “aku” sebagai yang berbicara dalam puisi itu. Derai-derai Cemara Cemara menderai sampai jauh terasa hari akan jadi malam ada beberapa dahan di tingkap merapuh dipukul angin yang terpendam Aku sekarang orangnya bisa tahan sudah berapa waktu bukan kanak lagi tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan kini Hidup hanya menunda kekalahan tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah 1949 Kata Derai-derai yang digunakan penulis untuk judul sajak mempunyai arti berjatuhan atau berguguran yang biasanya digunakan untuk menyebut beberapa macam tumbuhan atau dedaunan yang sebelumnya masih berada pada sebuah pohon. Cemara merupakan jenis pohon yg berbatang tinggi lurus seperti tiang, daunnya kecil-kecil sepertt lidi, nama ilmiahnya adalah Casuarina eqnisetifolia; Cemara menderai sampai jauh, cemara dijelaskan pada bait sebelumnya merupakan sebuah jenis pohon yang berbatang tinggi lurus seperti tiang yang daunnya kecil-kecil seperti lidi. Menderai dapat digunakan sebagai sebuah gambaran guguran atau dedaunan yang berjatuhan. Jauh menggambarkan sebuah jarak yang atau panjang antaranya tidak dekat. Terasa dapat diartikan suatu suasana yang dialami oleh pelaku, hari dapat diartikan waktu selama matahari menerangi tempat kita dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Menjadi malam menunjukkan suasana perubahan situasi, malam diartikan waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. Diponegoro Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati. Diponegoro merupakan seorang pangeran yang lahir pada 11 November 1785. Ia putra tertua dari Sultan Hamengkubuwono III 1811-1814. Ibunya Raden Ayu Mangkarawati merupakan keturunan Kyai Agung Prampelan yaitu ulama yang sangat disegani di masa panembahan senapati mendirikan kerajaan Mataram. Pangeran Diponegoro adalah seorang pemberani khususnya dalam melawan pemerintahan Belanda yang ada di Indonesia saat itu, sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Pada saat perang Diponegoro kerugian dari pihak Belanda tidak kurang dari tentara dan 20 juta gulden. hairil Anwar ingin menumbuhkan semangat untuk meraih kemerdekaan dalam puisi ini apalagi puisi Diponegoro ini lahir sekitar bulan Februari tahun 1943 saat Indonesia belum merdeka. Chairil Anwar sebagai penulis puisi ini ingin menghidupkan kembali semangat perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu. Maju Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati. MAJU Bagimu Negeri Menyediakan api. Punah di atas menghamba Binasa di atas ditindas Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai Maju Serbu Serang Terjang Februari 1943 Doa kepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termenung Aku masih menyebut nama-Mu Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di Pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling 13 November 1943 Hampa kepada sri Sepi di luar. Sepi menekan mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi. Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencekung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti. Kawanku dan Aku Kami sama pejalan larut Menembus kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat Siapa berkata-kata…? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga Dia bertanya jam berapa? Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti. Puisi oleh Chairil Anwar Kepada Kawan – Chairil Anwar Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang tika kita tidak melihat, selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa, belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri! Jadi Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja! Jadi mari kita putuskan sekali lagi Ajal yang menarik kita, kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu! ~ Chairil Anwar Kepada Peminta-minta Baik, baik aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku. Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari luka Sambil berjalan kau usap juga. Bersuara tiap kau melangkah Mengeerang tiap kau memandang Menetes dari suasana kau datang Sembarang kau merebah. Mengganggu dalam mimpiku Menghempas aku di bumi keras Di bibirku terasa pedas Mengaum di telingaku. Baik, baik aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dari segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku. Lagu Siul Laron pada mati Terbakar di sumbu lampu Aku juga menemu Ajal di cerlang caya matamu Heran! ini badan yang selama berjaga Habis hangus di api matamu Ku kayak tidak tahu saja. II Aku kira Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta, Tak satu juga pintu terbuka. Jadi baik kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak kan apa-apa, Aku terpanggang tinggal rangka Maju Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati. MAJU Bagimu Negeri Menyediakan api. Punah di atas menghamba Binasa di atas ditindas Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai Maju Serbu Serang Terjang Pengarang Chairil Anwar Malam Mulai kelam belum buntu malam kami masih berjaga -Thermopylae?- – jagal tidak dikenal ? – tapi nanti sebelum siang membentang kami sudah tenggelam hilang Malam di Pegunungan Aku berpikir Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pepohonan? Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan! 1947 Persetujuan Dengan Bung Karno Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api aku sekarang laut Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh 1948 Prajurit Jaga Malam Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu 1949 Sajak Putih Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah Sebuah Kamar Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu. “Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu!” Ibuku tertidur dalam tersedu, Keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu Matanya menatap orang tersalib di batu! Sekeliling dunia bunuh diri! Aku minta adik lagi pada Ibu dan bapakku, karena mereka berada d luar hitungan Kamar begini 3 x 4, terlalu sempit buat meniup nyawa! Senja di Pelabuhan Kecil buat Sri Ajati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 1946 Rumahku Rumahku dari unggun-timbun sajak Kaca jernih dari luar segala nampak Ku lari dari gedong lebar halaman Aku tersesat tak dapat jalan Kemah kudirikan ketika senja kala Di pagi terbang entah kemana Rumahku dari unggun-timbun sajak Disini aku berbini dan beranak Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang Aku tidak lagi meraih petang Biar berleleran kata manis madu Jika menagih yang satu. Tuti Artic Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga, Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic; Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola Isteriku dalam latihan kita hentikan jam berdetik. Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa ketika kita bersepeda kuantar kau pulang Panas darahmu, sungguh lekas kau jadikan dara, Mimpi tua bangka ke langit menjulang. Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar; Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu Sorga hanya permainan sebentar. Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu Aku dan Tuti + Greet + Amoi … hati terlantar, Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar. Chairil Anwar 1922 Penerimaan Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani Kalau kau mau kuterima kembali Untukku sendiri tapi Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. Karya Chairil Anwar Maret 1943 Nisan Bukan kematian benar menusuk kalbu Keridhaanmu menerima segala tiba Tak kutahu setinggi itu di atas debu Dan duka maha tuan tak bertahta. Karya Chairil Anwar Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling 13 November 1943 Karya Chairil Anwar Puisi Kehidupan Hari hari lewat, pelan tapi pasti Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru Karena aku akan membuka lembaran baru Untuk sisa jatah umurku yang baru Daun gugur satu-satu Semua terjadi karena ijin Allah Umurku bertambah satu-satu Semua terjadi karena ijin Allah Tapi… coba aku tengok kebelakang Ternyata aku masih banyak berhutang Ya, berhutang pada diriku Karena ibadahku masih pas-pasan Kuraba dahiku Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk Kutimbang keinginanku…. Hmm… masih lebih besar duniawiku Ya Allah Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan? Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan? Masihkah aku diberi kesempatan? Ya Allah…. Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku Astagfirullah… Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah… Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang… Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu… Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana… Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana… Ya Allah, Ijikanlah Sia-sia Penghabisan kali itu kau datang Membawaku kembang berkarang Mawar merah dan melati putih Darah dan SuciKau tebarkan depanku Serta pandang yang memastikan untukmu. Lalu kita sama termangu Saling bertanya apakah ini? Cinta? Kita berdua tak mengerti Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri Ah! Hatiku yang tak mau memberi Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

View MEDICINE 12 at Universitas Indonesia. KUMPULAN PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR - Assalamu'alaikum sobat Deweezz semuanya. Alhamdulillah ya kita masih

PuisiChairil Anwar Dibawah ini adalah kumpulan puisi pada tahun 1947 yang dapat dijadikan motivasi yang mempunyai makna harfiah atau bisa juga bukan. Pada pembuatan karya yang satu ini bersamaan dengan dilaksanakannya Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bertepat pada tanggal 28 Febuari 1947 di Malang.

rnHp3.
  • 3cv7pogebp.pages.dev/111
  • 3cv7pogebp.pages.dev/100
  • 3cv7pogebp.pages.dev/360
  • 3cv7pogebp.pages.dev/128
  • 3cv7pogebp.pages.dev/206
  • 3cv7pogebp.pages.dev/81
  • 3cv7pogebp.pages.dev/75
  • 3cv7pogebp.pages.dev/128
  • 3cv7pogebp.pages.dev/190
  • puisi penyesalan karya chairil anwar